DASAR HUKUM DAN SEJARAH
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1989 pada pasal 2 menyebutkan bahwa : ‘Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu”, serta untuk menujang dan memenuhi harapan lembaga Peradilan yang sederhana, cepat dan dengan biaya murah sebagai mana tersebut dalam Pasal 57 ayat (3) UU Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989.
Peradilan agama adalah merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi para pencari keadilan yang beraga Islam mengenai perkara perdata tertentu, yakni hukum keluarga Islam. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2004 bahwa Organisasi, administrasi dan financial di lingkungan Peradilan Agama beralih ke Mahkamah Agung RI.
Pengadilan Agama Wates merupakan peradilan tingkat pertama yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 61 Tahun 1961 tanggal 25 Juli 1961 dan mulai berlaku efektif tanggal 1 Agustus 1961. Gedung Pengadilan Agama Wates yang berdiri di atas tanah seluas 840 m2, luas bangunan 300 m2, dan beralamatkan di Jalan Sugiman No. 25 Wates, Kulon Progo kini sudah menempati gedung baru yang beralamat di Jl.K.H. Ahmad Dahlan Km. 2,6 Wates Kulon Progo sejak 1 Januari 2013
YURISDIKSI
I. Kewenangan Relatif (relative jurisdiction)
Sesuai pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 bahwa Pengadilan agama berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka Daerah Hukum (Yuridiksi) Pengadilan Agama Wates meliputi seluruh wilayah di Kabupaten Kulon Progo. Kabupaten Kulon Progo terdiri dari 12 kecamatan dan 87 desa.
Peta Wilayah Kabupaten Kulon Progo:
II. Kewenangan Absolut (Absulute Jurisdiction)
Berdasarkan pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 bahwa Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang orang yang beragama Islam di bidang:
A. |
Perkawinan |
|
|
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, antara lain: |
|
1. |
Ijin beristeri lebih dari seorang; |
|
2. |
Ijin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun dalam hal orang tua, wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; |
|
3. |
Dispensasi kawin; |
|
4. |
Pencegahan perkawinan; |
|
5. |
Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; |
|
6. |
Pembatalan perkawinan; |
|
7. |
Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri; |
|
8. |
Perceraian karena talak; |
|
9. |
Gugatan perceraian; |
|
10. |
Penyelesaian harta bersama; |
|
11. |
Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya; |
|
12. |
Penguasaan anak-anak; |
|
13. |
Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri; |
|
14. |
Putusan tentang sah tidaknya seorang anak; |
|
15. |
Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; |
|
16. |
Pencabutan kekuasaan wali; |
|
17. |
Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; |
|
18. |
Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya, padahal tidak ada penunjukan wali oleh orang tuanya; |
|
19. |
Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; |
|
20. |
Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; |
|
21. |
Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campur; dan |
|
22. |
Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. |
|
|
||
B. |
WARIS |
|
|
Dalam perkara waris, yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama disebutkan berdasarkan penjelasan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagai berikut: |
|
1. |
Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris; |
|
2. |
Penentuan mengenai harta peninggalan; |
|
3. |
Penentuan bagian masing-masing ahli waris; |
|
4. |
Melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut; |
|
5. |
Penetapan Pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, dan penentuan bagian-bagiannya. |
|
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama terdapat kalimat yang berbunyi: “Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan”. Kini, dengan adanya amandemen terhadap Undang-Undang tersebut, kalimat itu dinyatakan dihapus. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan, bilamana pewarisan itu dilakukan berdasarkan hukum Islam, maka penyelesaiannya dilaksanakan oleh Pengadilan Agama. Selanjutnya dikemukakan pula mengenai keseragaman kekuasaan Pengadilan Agama di seluruh wilayah nusantara yang selama ini berbeda satu sama lain, karena perbedaan dasar hukumnya. |
||
Selain dari itu, berdasarkan pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pengadilan Agama juga diberi tugas dan wewenang untuk menyelesaikan permohonan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara orang-orang agama yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. |
||
|
||
C. |
Wasiat |
|
|
- |
Mengenai wasiat, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Peradilan Agama dijelaskan bahwa definisi wasiat adalah: “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.” Namun, Undang-Undang tersebut tidak mengatur lebih jauh tentang wasiat. Ketentuan lebih detail diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam KHI, wasiat ditempatkan pada bab V, dan diatur melalui 16 pasal. |
- |
Ketentuan mendasar yang diatur di dalamnya adalah tentang: syarat orang membuat wasiat, harta benda yang diwasiatkan, kapan wasiat mulai berlaku, di mana wasiat dilakukan, seberapa banyak maksimal wasiat dapat diberikan, bagaimana kedudukan wasiat kepada ahli waris, dalam wasiat harus disebut dengan jelas siapa yang akan menerima harta benda wasiat, kapan wasiat batal, wasiat mengenai hasil investasi, pencabutan wasiat, bagaimana jika harta wasiat menyusut, wasiat melebihi sepertiga sedang ahli waris tidak setuju, di mana surat wasiat disimpan, bagaimana jika wasiat dicabut, bagaimana jika pewasiat meninggal dunia, wasiat dalam kondisi perang, wasiat dalam perjalanan, kepada siapa tidak diperbolehkan wasiat, bagi siapa wasiat tidak berlaku, wasiat wajibah bagi orang tua angkat dan besarnya, dan wasiat wajibah bagi anak angkat serta besarnya. |
|
|
|
|
D. |
Hibah |
|
|
- |
Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 memberikan definisi tentang hibah sebagai: “pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.” |
- |
Hibah juga tidak diregulasi secara rinci dalam Undang-Undang a quo. Ia secara garis besar diatur dalam KHI, dengan menempati bab VI, dan hanya diatur dalam lima pasal. Secara garis besar pasal-pasal ini berisi: Subjek hukum hibah, besarnya hibah, di mana hibah dilakukan, harta benda yang dihibahkan, hibah orang tua kepada anak, kapan hibah harus mendapat persetujuan ahli waris, dan hibah yang dilakukan di luar wilayah Republik Indonesia. |
|
|
|
|
E. |
Wakaf |
|
|
- |
Wakaf dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dimaknai sebagai: “perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.” Tentang wakaf ini tidak dijelaskan secara rinci dalam Undang-Undang ini. |
- |
Ketentuan lebih luas tercantum dalam KHI, Buku III, Bab I hingga Bab V, yang mencakup 14 pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur: Ketentuan umum, yaitu definisi wakaf, wakif, ikrar, benda wakaf, nadzir, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf; fungsi wakaf; subjek hukum yang dapat mewakafkan harta bendanya; syarat benda wakaf; prosedur mewakafkan; syarat-syarat nadzir; kewajiban dan hak-hak nadzir; pendaftaran benda wakaf; perubahan, penyelesaian dan pengawasan benda wakaf. Khusus mengenai perwakafan tanah milik, KHI tidak mengaturnya. Ia telah diregulasi empat tahun sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977, lembaran negara No. 38 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. |
|
|
||
F. |
Zakat |
|
|
- |
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorag Muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. KHI tidak menyinggung pengaturan zakat. |
- |
Regulasi mengenai zakat telah diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Lembaran Negara Nomor 164 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Secara garis besar, isi Undang-Undang ini adalah: Pemerintah memandang perlu untuk campur tangan dalam bidang zakat, yang mencakup: perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat; tujuan pengelolaan zakat; organisasi pengelolaan zakat; pengumpulan zakat; pendayagunaan zakat; pengawasan pengelolaan zakat; dan sanksi terhadap pelanggaran regulasi pengelolaan zakat. |
|
|
||
G. |
Infaq |
|
|
- |
Infaq dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diartikan dengan: “perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizqi (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlash, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.” |
- |
Kewenangan Pengadilan Agama ini belum pernah diatur secara tersendiri dalam bentuk peraturan perundang-undangan, dan dalam Undang-Undang ini juga tak diatur lebih lanjut. |
|
|
||
F. |
Shadaqah |
|
|
- |
Mengenai shadaqah diartikan sebagai: “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridha Allah dan pahala semata.” |
- |
Sama seperti infaq, shadaqah juga tidak diatur dalam regulasi khusus. Dan hingga kini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. |
|
|
||
H. |
Ekonomi Syari’ah |
|
|
Ekonomi syari’ah diartikan dengan: “Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah.” |
|
Kewenangan itu antara lain: |
||
1. |
Bank Syari’ah; |
|
2. |
Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah; |
|
3. |
Asuransi Syari’ah; |
|
4. |
Reasuransi Syari’ah; |
|
5. |
Reksadana Syari’ah; |
|
6. |
Obligasi Syari’ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syari’ah; |
|
7. |
Sekuritas Syari’ah; |
|
8. |
Pembiayaan Syari’ah; |
|
9. |
Pegadaian Syari’ah; |
|
10. |
Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari’ah; dan |
|
11. |
Bisnis Syari’ah. |
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yg telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, bahwa Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Dalam melaksanakan kekuasaannya tersebut Pengadilan Agama mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :
1. Tugas Pokok Pengadilan Agama
Tugas Pokok Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, yakni: memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
- Perkawinan;
- Waris;
- Wasiat;
- Hibah;
- Wakaf;
- Zakat;
- Infaq;
- Shadaqah; dan
- Ekonomi Syari'ah
2. Fungsi Pengadilan Agama
Pengadilan Agama mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
Fungsi Administratif , yakni menyelenggarakan administrasi peradilan yang meliputi:
- Administrasi Teknis/Kepaniteraan (Administrasi Perkara dan Administrasi Persidangan) berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2006 tgl 4 April 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, yang diperbaharui dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan;
- Administrasi Umum/Kesekretariatan (Administrasi Kepegawaian, Administrasi Keuangan, dan Administrsi Perlengakapan) berdasarkan KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006.
Fungsi Pembinaan , yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide : Pasal 53 ayat (1, 2, 4 dan 5) Undang-undang Nomor No. 50 Tahun 2009 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).
Fungsi Pengawasan , yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas, sesuai Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tgl 29 Agustus 2007 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.
Fungsi Pelayanan Publik
Pelayanan penyuluhan hukum;
Pelayanan riset/penelitian;
Pelayanan informasi peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 2-144/KMA/SK/VIII/ 2022 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan sebagai pengganti Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 144/KMA/SK/VIII/ 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan
Pelayanan pengaduan, sepanjang sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 076/KMA/SK/VI/2009 tgl 4 Juni 2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penanganan Pengaduan di Lingkungan Peradilan;
Pelayanan Memberikan Keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
Fungsi Lainnya
Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009).
Struktur Organisasi
Organisasi dan tata kerja Pengadilan Agama Wates telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989 Jo UU No. 3 Tahun 2006, Keppres No. 21 Tahun 2004 tentang Pengalihaan Organisasi, Administrasi dan financial di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan tata usaha Neagara dan Peradilan Agama serta keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/004/SK/II/1992 sedangkan dalam Pelaksanaan Tugas dan Administrasi peradilan berpedoman pada Buku I dan II Mahkamah Agung RI dan Keputusan Ketua MAhkamah Agung RI Nomor KMA/001/SK/1991.
Dari Organisasi Tata Kerja serta pedoman Pelaksanaan Tugas tersebut, Pengadilam Agama Wates dapat melaksanakan tugas-tugas pokok lembaga peradilan yakni menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan oleh para pihak pencari keadilan. Pelaksanaan Tugas tersebut juga dilaksanakan dalam rangka meningkatkan citra dan wibawa Pengadilan Agma sebagai Pengadilan yang mandiri yakni dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk mencapi hasil baik yang menyangkut tugas-tugas teknis dan administrasi yudicial maupun tugas-tugas administrasi umum.
Struktur organisasi Pengadilan Agama Wates berdasarkan PERMA Nomor 7 Tahun 2015 dapat dilihat melalui tautan berikut Struktur Organisasi
VISI DAN MISI
Visi
“TERWUJUDNYA PENGADILAN AGAMA WATES YANG BERSIH DAN BERMARTABAT”
Misi
- Menjaga kemandirian dan independensi Badan Peradilan
- Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan
- Meningkatkan sistem pelayanan yang cepat dan berkualitas melalui peningkatan fungsi teknologi informasi
- Meningkatkan Kredibilitas dan Transparansi Badan Peradilan
- Meningkatkan pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja dan perilaku aparat Pengadilan Agama Wates
ALAMAT
Jl. K.H. Ahmad Dahlan KM 2,6 Wates Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.